Aku tersenyum sendiri membaca tulisan temanku, Hafiz, di Colorwalk-nya. Lagi-lagi, karena pemikiran kami mirip.
Jika Hafiz menuliskan di sana bahwa dia terbiasa menolak pemberian orang lain, sungkan, karena terasa merepotkan si pemberi, aku pun juga demikian. Bedanya aku lebih sungkan meminta bantuan, ketimbang menolak pemberian barang. Aku berpikiran bahwa hadiah adalah rizki yang diulurkan oleh Allah melalui tangan orang lain, maka siapalah aku yang berani menolak rizki-Nya, pertolongan-Nya? Jadi sudah dari dulu aku cuman bisa mesam-mesem, mrenges, sambil bilang, “Suwun yo!”, ketika ada saudara atau kerabat yang memberi hadiah. Rasanya sudah tak sungkan-sungkan lagi. Hehe. Bahkan dulu aku tak pernah sekalipun membeli t-shirt, semua t-shirtku adalah pemberian atau hasil kerja desain t-shirtku sendiri. Mengingat itu semua, aku hanya bisa bersyukur bahwa begitu banyak orang yang peduli kepadaku.
Namun beda halnya dengan menerima bantuan yang memakan tenaga dan waktu orang lain. Untuk urusan-urusan yang notabene kepentinganku, aku lebih suka melakukannya sendiri, bukan semata karena aku OCD, tidak percaya kepada kemampuan orang lain, namun karena aku sepertihalnya Hafiz sungkan merepotkan orang lain. Menurutku, memang seharusnya setiap orang memiliki rasa malu membebani orang lain. Sedikit ganjil memang, jika dipikir-pikir, bantuan tenaga pun bisa dianggap seperti hadiah barang kan? Entahlah, aku tetap memperlakukannya secara beda. Masih saja sungkan.
Jadi tempo hari aku bertekad sesedikit mungkin merepotkan orang lain dalam upaya mempersiapkan pernikahanku (hoi masbro dan mbaksis, aku sudah sah jadi suami! Foto dan beritanya menyusul nanti). Mulai dari undangan, souvenir, tetek bengek birokrasi, salon, catering, sebisa mungkin aku tidak banyak merepotkan orang lain. Aku survey keliling Malang bersama si Nduk, berpatokan pada prinsip-prinsip ekonomi, hasil maksi harga mini. :)
Alkhamdulillah, aku mendapat banyak pelajaran. Dan kurasa itu pula sebabnya aku segan merepotkan orang lain. Aku ingin mendapat ilmu-ilmu baru. Sedangkan meminta bantuan orang lain, selain merepotkan juga menjauhkanku dari kejutan-kejutan, sumber-sumber ilmu baru tersebut. Bisa saja aku meminta bantuan Hafiz untuk menyelesaikan web Gravakadavra, misalnya, namun itu berarti aku menyerah untuk belajar HTML dan CSS. Aku tidak ingin seperti itu.
Sebelum meminta bantuan orang lain, kerjakan sendiri dulu. Jika tidak sanggup dan ada rizki berlebih, bayar orang lain untuk mengerjakannya. Jika tidak sanggup, namun tidak pula mempunyai sesuatu untuk diberikan sebagai penghargaan kepada orang lain, barulah boleh meminta bantuan. Ini adalah patokan yang kupegang dan kuajarkan pada istriku. Meskipun dengan sedikit perkecualian untuk hal-hal yang tidak terlalu merepotkan, misalnya menyuruh keponakan beli gula di warung. :)
Jika bisa berdiri dengan kaki sendiri, kenapa kok harus meminjam kaki orang lain? Kemandirian adalah wujud syukur atas anugrah ilmu, kemampuan, dan keahlian yang dituangkan Allah dari samudra kebijaksanaan-Nya.