Hagi in Masjid

Jujur, tadi aku sama sekali tidak khusyu’ ketika sholat maghrib di masjid dekat rumah. Tadi adalah kali kedua aku mengajak Hagi (hampir berumur 2 tahun lebih 2 bulan) ke masjid dan aku berulang-ulang memperhatikannya di sampingku mengikuti gerakan sholat.

Dia. Di sampingku. Mengikuti gerakan sholat. Masya Allah!

Sedikit menoleh kesana kemari, tetapi kurasa semua gerakan sholat diikuti olehnya. Kadang, ketika dia terlalu cepat bangun dari sujud, dan melihat sekelilingnya masih sujud, maka dia bersujud kembali. Sungguh lucu. Ketika kami takbir dia takbir, ketika ruku’ dia pun ruku’, sujud dan duduk pun diikuti semampunya.

Sungguh, untuk seorang bapak yang pemalas, yang jarang sekali ke masjid, pemandangan tadi adalah suatu kebahagiaan. Ketika pulang langsung kubangga-banggakan kepada ibunya, kuciumi pipi dan keningnya. Senang sekali rasanya.

Semoga aku bisa menjadi bapak yang senantiasa memberi contoh dan mengajak anak-anaknya kepada kebaikan. Tidak hanya sekedar memerintah dan memberi komando, tetapi benar-benar menjadi teladan. Maghrib tadi adalah ajakan kepada anakku untuk memakmurkan masjid.

Ya Allah, dalem nyuwun diparingi istiqomah.

Gestural Boy

Hagi sudah berumur 441 hari. Atau 1 tahun, 2 bulan, 15 hari. Atau 14,5 bulan.

Seperti yang pernah aku tweet, dia berkembang menjadi anak dengan mercurial temper. Meskipun demikian, kondisinya masih bisa dikatakan wajar dan tidak terlalu sering mengalami perubahan mood yang terlalu ekstrim. But, boy, he sure is lively. Lari sana, lari sini. Panjat kursi sana, panjat tempat tidur sini. Cekatan, seperti namanya.

Oh ya, aku belum bilang, dia sudah bisa berjalan, sedikit sering berlari malahan. Alkhamdulillah. Dan di usia ini, dia sudah memiliki gesture vocabulary yang jauh beragam. Aku pernah menuliskan tentang bagaimana dia suka menirukan gayaku minum kopi, itu masih dilakoninya sampai sekarang, meski tidak sering lagi. Dia sekarang juga suka mengatupkan tangan seperti berdoa, ketika mendengarkan kami berdoa, atau ada yang mengaji. Kadang dia juga berdiri di sampingku, ikut berdiri bersendekap (dengan gesture tangan yang lucu) dan sujud, ketika aku sholat. Ibunya senang sekali melihatnya.

Dia suka dipijit sebelum tidur, jadi seringkali dia menyodorkan kakinya untuk dipijit. Atau menyodorkan bantal kecil, untuk mengipasinya. Ketika tertawa terbahak-bahak, dia sering menutup mulutnya dengan kedua tangan. Entah kebiasaan baik dari mana ini yang dia tiru, karena kami orang tuanya malah tidak demikian ketika tertawa.

Dia juga cukup sering rebutan remote TV dengan kakak-kakak sepupunya, suka memindah-mindah channel TV secara acak dan menjengkelkan penonton lainnya. Kadang apapun yang serupa remote dijadikannya remote, meskipun itu handphone atau tempat bedak sekalipun. Komputerku adalah gadget lain yang sering dijadikannya mainan. Tombol keyboard favoritnya adalah tombol Windows (gambar jendela), karena ketika tombol itu dipencet, kotak-kotak menu Windows 8 akan segera bermunculan. He likes them. Hehe, one step closer to be a hacker.

My lil' hacker

Ada juga gadget lain yang tidak terlalu dia suka: hair-dryer ibunya dan jam wekerku. Mungkin karena keduanya mengeluarkan bunyi aneh dan tampak berbahaya. Kadang ketika ibunya mengeringkan rambut, alih-alih berlari menjauh dia malah segera berlari ke arah ibunya sembari memasang wajah khawatir. “Itu berbahaya, jangan pakai itu!” mungkin begitu pikirnya, seolah mengingatkan. Tetapi itu hanya kadang-kadang, yang sering adalah dia berlari menjauh, mencari perlindungan ke arah orang lain yang dikenalnya.

Hagi sudah jauh lebih bisa diajak berkomunikasi sekarang. Kami kadang memintanya mengambil barang, dan dia mau mengambilkannya. Kadang kami pura-pura tidak tahu lantas bertanya di mana botol susunya berada, dan dialah yang menunjukkannya. Hanya saja, kami sedikit khawatir karena kemampuan komunikasi gesturalnya justru berbanding terbalik dengan komunikasi verbal. Dulu dia lebih sering berkata-kata, sudah bisa ngomong beberapa kata seperti “bapak”, “gajah”, dan “kuda”. Kini dia hanya lebih sering menunjuk-nunjuk sambil mengeluarkan suara-suara seperti dulu ketika dia masih bayi kecil. Ada yang bilang mungkin dia terlalu fokus untuk berlatih berdiri dan berjalan sehingga dia lupa pelajaran berkata-kata yang telah lalu. Jadi untuk saat ini kami masih menganggapnya sebagai hal yang wajar saja.

Doaku Untuk Anakku

Umumnya, para bayi baru bisa membedakan kondisi siang dan malam, bangun di siang hari dan tidur di malam hari, kira-kira ketika menginjak usia 4 atau 5 bulan. Anomali jam dan pola tidur bayi pada fase awal pertumbuhan mereka tersebut adalah salah satu momok yang sering dikeluhkan para orang tua baru.

Sebenarnya ada trik-trik yang bisa diterapkan untuk mengajarkan pola tidur orang dewasa pada bayi. Beberapa referensi menganjurkan untuk meminimalisasi interaksi di malam hari ketika bayi terbangun, dan sebaliknya, memperbanyak aktifitas dan mengurangi tidur bayi di siang hari. Saat malam, orang tua bisa sedikit mengacuhkan si bayi dan hanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, seperti minum susu atau ganti popok. Dengan demikian, bayi bisa belajar mengenali bahwa malam adalah waktu untuk orang dewasa tidur, waktu yang sunyi dan sepi, hingga akhirnya si bayi belajar memilih untuk lebih banyak beraktifitas di siang hari dan tidur di malam hari. Ada juga Ferber Method yang cukup sering diadopsi di film-film Hollywood, meski dinilai sedikit ekstrim dalam upayanya untuk menidurkan bayi, bisa dibaca di Wikipedia dan BabyCenter.

Alkhamdulillah, sejak usia anakku 1,5 bulan, aku dan istriku tidak lagi direpotkan dengan masalah anomali tidur itu. Sejak usia itu hingga kini beranjak 4 bulan, Hagi, anak kami, akan beranjak tidur setiap ba’da Isya hingga pagi subuh.

Namun, jujur, kami tidak pernah benar-benar mencoba cara yang kusebutkan di atas. Jika aku juga terbangun (istriku yang lebih sering bangun malam), aku malah lebih sering membuat keributan dan merecoki istriku dengan mengajak Hagi bermain. Aku dan istriku tidak menggunakan metode apapun, kecuali mungkin satu amalan yang kulakukan dulu ketika istriku mengandung: setiap ada kesempatan, aku selalu berdoa dan membisikkan harapanku tentang Hagi sembari mengelus-elus perut istriku yang hamil membuncit, juga setiap selesai sholat.

Serius. Kutuliskan di sini tanpa bermaksud untuk riya’ dan sombong, semoga.

Aku sudah berulang kali membuktikan bahwa melalui doa, dengan uluran bantuan Allah, semua hal di dunia ini adalah mungkin untuk terjadi. Maka jika aku menginginkan anakku termasuk dalam kategori low maintenance, aku mendoakannya demikian. Pun jika aku menginginkannya untuk kelak bisa menghidupkan namanya yang Salman, yang Rahmadya, yang Rahagi, yang Hagi, dapat berperilaku aktif, gigih, cekatan dalam menebarkan kasih sayang dan kedamaian bagi lingkungannya, dianugrahi Allah kasih sayang dan cahaya kebijaksanaan, maka aku mendoakannya demikian.

Hampir semua harapanku untuk Hagi tertuang pada doaku, kusebutkan dan kulantunkan dengan detail. Aku berdoa agar dia menjadi anak yang shalih, sehat jasmani rohani, bagus dan rupawan, tidak sakit-sakitan (Hagi cukup kebal terhadap penyakit, alkhamdulillah), menjadi anak yang cerdas, tidak terlalu rewel, tidak selalu ingin digendong (karena ada keponakanku yang sering menangis jika tidak digendong), gampang makannya, tidak pilih-pilih makanan, tidak banyak alergi, cekatan dalam segala hal, penurut, aktif tetapi tidak hiperaktif, pandai mengaji Quran, rajin sholatnya, jujur, dan rendah hati. Aku dan istriku juga selalu dan selalu berdoa agar Hagi bisa senantiasa menyenangkan hati kami orang tuanya dan orang-orang lain di sekitarnya.

Sayangnya, aku melupakan satu hal, sang ibu. Aku hanya mendoakan sekenanya untuk istriku. Dan mungkin, tanpa bermaksud merendahkan kuasa dan kehendak Allah, itulah yang menyebabkan ASI istriku tidak terlalu bancar. Aku menyesalinya hingga kini.

Sejauh ini sebagian besar doaku terkabulkan, alkhamdulillah. Setiap pagi, aku bekerja dari rumah, di depan komputer, dan Hagi selalu menemaniku di ranjang di ruang kerjaku. Jarang sekali rewel, hanya sesekali menangis ketika merasa lapar, dan kembali tenang untuk bermain atau melantunkan suara-suara khas bayi ketika sudah kenyang. Sungguh sungguh menyenangkan. Aku malah pernah sesumbar tidak lagi membutuhkan white noise dan Coffitivity, suara Hagi sudah cukup.

Teruntuk para calon orang tua (heh Fiz, Hafiz!), doakanlah calon anakmu, semenjak dia masih di dalam kandungan. Ajaklah berinteraksi sejak anak sudah bisa mendengar meski masih di dalam kandungan. Perbaikilah kesalahanku, doakan juga si ibu, mintalah anugerah keselamatan dan kesehatan untuknya ketika mengandung, ketika melewati proses melahirkan, hingga nanti ketika bersama-sama membesarkan anak.

Aku selalu percaya, doa mampu menciptakan generasi yang lebih baik. Aku harap engkaupun demikian.

Old Habits Die Hard

Dulu aku pernah punya dua tumblog aktif di Tumblr. Yang satu berisi sketsa-sketsa tentang keseharianku, hampir mirip dengan Cap Coro namun berupa gambar-oretan, dan yang satu lagi berisi puisi-puisi picisan. Tumblog yang berisi gambar sudah mati, karena waktu itu aku menggunakan image hosting gratisan, yang kemudian tiba-tiba saja mati membawa data-data gambarku bersama mereka. Sedangkan yang berisi puisi-puisi amburadul masih hidup hingga sekarang, meski sudah lama tidak ada lagi gegombalan baru yang kutuliskan di sana.

Baru-baru ini, bersama dua sahabatku, Hafiz dan Vio, aku menjadi penggembira dalam blog Kursibaca, membahas tentang buku sebagai pop culture, dan menulis resensi-resensi. Kemudian, baru mulai seminggu yang lalu, aku membuka lagi satu tumblog baru untuk Gravakadavra, studio desainku (studio virtual). Di sana aku ingin mencoba membahas tentang desain, freelancing, menjadi seorang homeworker, dan tetek bengek personal development lainnya.

Jujur, akhir-akhir ini aku sebenarnya tidak terlalu termotivasi untuk menulis. Aku menyibukkan diri dengan anakku yang kini hampir berumur 4 bulan, dan mengerjakan proyek-proyek pribadi sehingga aku semakin jarang menulis. Seperti yang pernah kutuliskan dahulu, Cap Coro pun akhirnya kehilangan identitas awalnya sebagai real-time blog. Aku juga memberi batasan kepada diriku sendiri bahwa sesuatu yang kutulis haruslah sesuatu yang “bersuara”, yang bermakna, karena urip mung mampir nggubis adalah filsafat yang keliru. Aku tidak lagi berani sesumbar dan berkoar-koar, aku ingin menjadi lebih dewasa.

Membayangkan diriku menuliskan tentang sesuatu yang tidak kuketahui, katakanlah tentang buku dan desain, sedangkan aku hanya book hoarder dan tukang bikin logo, membuatku minder. Pada awal pembentukan Kursibaca (hingga hari ini), aku cukup rendah diri ketika Hafiz mengajakku untuk menulis resensi. Aku tidak pede, aku tidak ingin menulis sesuatu yang aku bukan ahlinya.

Namun kemudian aku sadar bahwa aku juga punya ide, aku punya gagasan, aku punya uneg-uneg, dan mereka cukup penting untukku. Seharusnya mereka kurekam, kujelajahi, tetapi mereka akhirnya sekedar mampir sejenak dalam benak tak tertuliskan. Sungguh sayang, kupikir. Bukankah pula ada hikayat bahwa seorang fulan terbebas dari neraka karena ada kawannya yang calon penghuni surga tidak ridha si fulan masuk neraka hingga akhirnya bernegosiasi dengan Tuhan dengan mengatakan bahwa si fulan telah ber-amar ma’ruf kepadanya semasa hidupnya?

Maka, mulai sekarang, aku ingin lebih ajeg menulis.

Aku ingin lebih bisa menyisihkan waktu, untuk menebar ilmu, menuliskan sesuatu yang kuketahui, dan mungkin akan lebih banyak lagi tentang sesuatu yang tidak kuketahui. Aku penasaran, aku ingin tahu bagaimana mengemas, merekam, dan menyebarkan ide-ideku. Mulai hari ini, semua blogku bukan lagi sekedar perkamen pribadi. Semoga semuanya lebih mencerahkan dan membuka wawasan.

Bismillah.

Hamil, Menyusui, dan Puasa Ramadhan

Sejatinya memang wanita hamil dan menyusui diperbolehkan untuk tidak berpuasa di kala Ramadhan. Apabila khawatir akan kondisi kesehatan ibu saat hamil, atau kondisi sang bayi, si ibu boleh mengganti puasa di hari lain (qada) atau dengan membayar fidyah. Meski tentu saja, ada syarat dan ketentuan yang berlaku.

Namun, aku tetap meminta istriku untuk tetap berpuasa.

Padahal istriku termasuk golongan ibu yang produksi air susunya tidak terlalu bancar, atau banyak. Hagi, anak kami, juga mengalami kesulitan minum ASI langsung dari payudara ibunya. Jadi setiap hari, setiap 3 jam sekali, istriku memompa ASI untuk ditampung di botol susu, kemudian disimpan dan diminumkan jika tiba waktunya Hagi minum susu. Seharusnya istriku semakin berhak untuk tidak puasa. Tetapi aku tetap memintanya untuk puasa.

Beginilah penjelasanku padanya.

Kenapa sih kita diperintahkan puasa, apa manfaat puasa? Selama ini, manusia berusaha mempelajari manfaat puasa, ada yang berkata berpuasa itu menyehatkan fisik dan jiwa. Namun bukan karena itu kita diperintahkan puasa. Sama dengan alasan babi diharamkan, bukan karena ada resiko kandungan cacing pita di dalam daging babi, namun karena memang demikianlah kehendak Allah.

Puasa pun, adalah kehendak Allah, untuk-Nya. Puasa itu untuk Allah dan Allah sendiri yang akan membalasnya. Kita tidak benar-benar mengerti balasan Allah tersebut akan datang dari pintu yang mana.

Ilmu manusia sangat sangat jauh jika dibandingkan keluasan ilmu Allah. Kita tidak benar-benar mengerti apa manfaat puasa. Kok puasa, bagaimana sel kita menyembuhkan diri mereka sendiri pun kita tidak benar-benar paham. Juga bagaimana organ-organ tubuh kita bekerja, kita tidak bisa melihatnya sendiri. Bagaimana cairan susu bisa merembes keluar dari daging yang semula kering, kemudian memberi nutrisi dan rasa kenyang pada bayi, itu kan ilmunya Allah. Allah yang jauh lebih paham.

Jadi aneh kan, jika kemudian ketika kita menukar 1001 manfaat yang mungkin masih tersembunyi di dalam puasa Ramadhan hanya untuk menghindari 1 keburukan yang juga masih belum tentu akan terjadi, yang masih berupa kekhawatiran.

Alkhamdulillah, ternyata setelah berpuasa, ASI yang diproduksi istriku malah semakin banyak. Namun, kemudian istriku berhalangan, karena haid, dan sampai saat ini belum melanjutkan berpuasa.

Maka awal Ramadhan kemarin, menjadi ibrah untukku. Bahwa memandang segala sesuatu yang datang dari perintah Allah haruslah dengan khusnudzon. Semuanya dicoba dulu, semampu kita, sampai mana kita bisa menjalankannya. Tak perlu khawatir, berteman dengan Allah akan selalu mendatangkan kemakmuran dan kebaikan, meski terkadang tergantung dari sisi mana kita memandangnya. Allah yang Maha Tahu, jika diberi-Nya rizki maka sepatutnya kita bersyukur, dan jika diberi cobaan kita bersabar.

Hidup yang indah, kan?

Legacy

Kemarin, catu daya komputerku, si Oren, meleduk. Layaknya petasan kecil, meledak, dan keluar api. Selama sekian detik aku tertegun, kaget, namun sekaligus excited. Baru kali kemarin komputerku meledak dan mengeluarkan api. Sangat sangat keren di mataku.

Oren memang sangat jarang kutidurkan. Hampir setiap hari selalu ada saja bahan untuk kuunduh dari internet, maka setiap kali itu pula dia bekerja. Jika orang lain gemar menimbun barang, baju-baju, pernak-pernik, simply stuffs, untukku those stuffs are my goddamn files: ebook, software, resource untuk megawe, film, video, lagu, komik, foto, game, dan data-data lain yang kadang eksistensinya patut dipertanyakan. Aku menyimpan 1500-an keping disc, yang hampir 90% berupa DVD. Koleksi buku elektronikku, jika kucetak dalam bentuk buku, mungkin rumah ini belum mampu menampungnya. Aku juga penggila anime, dorama, dan manga. I’m simply otaku. Maniak.

Entah apa sebenarnya motivasiku menimbun data-data yang sebagian besar useless, yang keberadaannya tidak terlalu kubutuhkan itu. Kadang aku berdalih bahwa mereka merupakan legacy yang akan kuturunkan ke anak cucu. Aku selalu membayangkan suatu kejadian di mana suatu hari anakku berkumpul bersama temannya, saling membanggakan ayah mereka masing-masing. Ada temannya yang bangga karena ayahnya seorang pilot, ada yang ayahnya seorang DPR, dosen, pengusaha, dll. Lantas anakku, well, dia membanggakanku sebagai penimbun data, penimbun anime dan dorama, dengan ribuan koleksi buku, ayahnya seorang nerd. Lucu banget ya kalo sampe beneran terjadi. :D Tetapi sungguh, aku memang ingin mewariskan semua data-data itu ke keturunanku kelak. “Hey nak, ini lho film yang populer ketika kakekmu masih bujang,” mungkin begitu ujarku mengawali cerita kepada cucuku nanti. Aku ingin ada sedikit ilmu atau serpihan kehidupanku kini yang bisa kutransfer kepada mereka.

Lagipula, menyimpan data jauh lebih murah dan mudah ketimbang menyimpan barang-barang fisik lainnya, pikirku. 1500-an disc atau hardisk eksternal yang kini berkapasitas teramat besar, memang hitungannya masih murah. Namun tetap saja, aku mesti menganggarkan dana khusus, tenaga, juga waktu untuk menyimpan dan menjaga data-data itu, dan itu semua ternyata tidak terlalu murah dan mudah.

Maka momen kemarin membuatku berpikir untuk benar-benar memulai diet data. Aku berjanji akan lebih selektif.

Motivasiku pun berubah. Alih-alih mewariskan data, something physical, aku ingin mewariskan sesosok figur, sebuah nama, aku, yang mampu menggunakan semua resource, koleksi, ilmu, dan hidupnya demi kemaslahatan orang banyak. Seorang nerd sejati.

New Cap Coro ™

Kini Cap Coro ™ lebih minimalis dan responsif. Menggunakan logo (asal-asalan, bukan Cap Coro namanya jika tidak asal-asalan) yang baru, dalam balutan tema berwarna oranye dan hitam.

Blog ini lahir 5 Januari 2009 silam. Sudah 3 tahun lebih merekam hidupku. Seperti deskripsi di tampilan yang lalu, blog ini hanya berisi pikiran-pikiran, ide-ide, kejadian-kejadian, istilah-istilah asing, yang kepuncrut, remeh, gak penting, gonjess, ngewes, mbambes, plaur, lieur, bleguk, nggubis (kata ini unik hanya di Cap Coro, Google deh coba), nggacor, nggaplek’i, CAP CORO!

Aku bukan penulis berbakat pun bukan seorang grammar nazi (mungkin sedikit), jadi insyaAlloh sampai kapanpun blog ini akan kupertahankan menggunakan gaya penulisan seperti ini. Dibaca monggo, tidak juga tidak mengapa karena fungsinya memang sebagai perkamen kehidupan pribadi. Meski demikian, seiring dengan pergeseran minat yang lebih ke menggambar daripada menulis, pertambahan tingkat kemalasan untuk berbagi pemikiran, dan peningkatan kesadaran bahwa urip mung mampir nggubis™ adalah filsafat yang keliru, maka blog ini mungkin akan kehilangan ciri khas ‘real-time’-nya. Harap maklum.

Sejauh ini blog ini sudah mempublikasikan 519 tulisan, tidak sedikit namun juga tidak terlalu banyak, yang diklasifikasikan dalam 39 tags/kategori geje dan entah berganti tampilan berapa kali. Alih-alih bertambah absurd bin geje, semoga di masa yang akan datang blog ini lebih dari sekedar Cap Coro, lebih bermanfaat dan bermakna.

UPDATE:

Tidak lagi dalam balutan oranye dan hitam, sekarang kuganti secoklat kopi londho. Hihihi, betapa moodynya diriku.

Boh

Tiba-tiba, di sela aku mendesain undangan nikahanku, aku kesambet ide untuk ngasi nama anak. Untuk anak cowok. :D

Boh Abdillah Rahmaputra

Boh dalam bahasa Myanmar berarti pemimpin, kekuatan. Jadi nama itu bisa berarti pemimpin yang kuat, hamba Allah yang dikaruniai rahmat dan imam bagi orang-orang yang shalih.

Apik tho? Gehehehe. Panggilannya Boh, masiyo di Urban Dictionary artinya rada geje, tapi sounds unique. Berarti ini sedikit meratifikasi keinginanku untuk menamai anak-anakku dalam bahasa Jawa. Hehehe.

Gara-gara baca tulisannya Goenawan Muhammad, Boh.

Haiyyah, nikah aja belum. :p

Fresh!

Biasanya hanya pada hari Selasa, Kamis, dan Sabtu, yaitu jadwalku mengantar Si Nduk mengajar di sekolahnya, atau hari-hari lain penggantinya saja, aku mandi pagi. Namun hari ini, Senin, aku mandi lebih pagi dari biasanya. Aku keramas. Aku melaksanakan ritual ‘Trim the bush to make the tree look taller’, kucukur pula kumis serta rambut di ketiak. Kugosok gigiku hingga benar-benar terasa kesat. Kusabun dan kubilas tubuhku hingga benar-benar bersih. Aku mandi lebih lama. Lantas aku memeriksa rambut di kepalaku, masih cepak. Kukuku pun masih pendek-pendek. “Sip,” kataku dalam hati.

Aku keluar dari kamar mandi dengan riang.

Kubersihkan tempat tidur, lantai kamar, serta komputerku. Kusemprot sedikit dengan pengharum ruangan. Kubuka gordin jendela kamarku yang besar. Kubaca lagi tulisan yang sama, yang kuguratkan dengan spidol putih di kaca beberapa bulan silam.

I feel great, feel so very very fresh, my mood lightened up.

So yeah, let’s create something beautiful today, let’s make another storm and thunder.

Cegukan dan Ruku’

Cegukan, hiccup, atau singultus, kata Wikipedia Indo adalah kontraksi tiba-tiba yang tak disengaja pada diafragma, dan umumnya terjadi berulang-ulang setiap menitnya. Udara yang tiba-tiba lewat ke dalam paru-paru menyebabkan glottis (ruang antara pita suara) menutup, serta menyebabkan terjadinya suara hik.

Cara yang selalu kupakai dan tak pernah gagal untuk menghentikan cegukan adalah dengan minum air putih, seringkali cukup satu teguk, dengan posisi badan membungkuk dan leher menjulur lurus ke depan seperti ruku’ dalam sholat. Orang Jepang yang seingatku menemukan metode ini.

Tak pernah gagal.

Barusan ini tadi, keponakanku cegukan. Kusarankan mengatasinya dengan caraku. Lagi-lagi berhasil.

Lantas aku berpikir bahwa mungkin ruku’ dalam sholat itu juga bermanfaat untuk mengatur aliran udara dalam paru-paru, atau kesehatan diafragma atau entah apa. Mungkin ada kaitan medis lain yang belum diketahui selain yang selama ini cukup terkenal yaitu untuk menjaga kesehatan punggung dan tulang belakang.

Trivia-trivia remeh seperti inilah yang senantiasa menambah keyakinanku kepada Tuhanku.

Alkhamdulillah. Segala puji untuk-Mu, ya Rabb.