In & Out

Segala yang masuk, harus ada yang keluar. Kurasa demikianlah sunatulloh hidup ini.

Jika memasukkan makanan, maka akan ada kotoran yang harus dikeluarkan. Jika mendapat upah, maka harus ada zakat yang dibayarkan. Jika memasukkan itu ke itunya, maka tunggu sajalah, dengan ijin Allah akan ada manusia kecil yang keluar beberapa bulan atau tahun lagi. Hehe, contoh yang terakhir rada ngasal.

Ada yang masuk, ada yang keluar. Equilibrium. Begitulah intinya.

Meskipun ada yang keluar, namun itu tidaklah selalu menjadi hal yang sia-sia, produk buangan, ampas. Karena menurutku semuanya adalah berkah Allah (jika ada yang bilang manusia kecil tadi itu bukan berkah dari Allah berarti rada slendro). Jikapun yang dikeluarkan itu tidak terlalu bermanfaat bagi pihak yang mengeluarkan, ya masih tetap ada berkah Allah untuk makhluk yang lain, yang dengan kehendak Allah akan berbalik kepada kita dalam rupa yang beragam. That’s the cycle of life.

Malapetaka menanti ketika produk keluaran terhambat untuk keluar, sembelit misalnya. Selain itu, kesia-siaan yang sesungguhnya adalah upaya untuk menghalangi jalan keluar dari produk-produk yang sudah digariskan untuk keluar. Karena suatu saat nanti, pada akhirnya produk-produk itu pun akan memberontak keluar dalam rupa yang beragam, dan kembali memberikan efek kepada kita dalam rupa yang beragam pula. Sekali lagi, that’s the cycle of life, sudah jalannya begitu.

Maka hari ini aku mulai menunggu. Menunggu hasil apa yang akan diperoleh kelak, setelah hari ini orang-orang di rumah orang tuaku ini tidak rela membuang atau menjual kulkas lama. Meskipun sudah membeli kulkas yang baru, meskipun aku sudah berusaha mengingatkan. Semoga dilindungi dari hal-hal yang tidak baik.

Mati hanya mengenakan kafan, disemayamkan dalam ruang yang sempit, tak membawa apa-apa selain amal. Hidup sederhana sajalah, Ro!

Tentang Mati

Kemarin dan hari ini ada dua orang kerabat yang dipanggil berpulang ke rahmatulloh. Yang kemarin adalah mertua dari Hafiz, ayah dari Dyah, keduanya adalah sahabatku, dan yang tadi pagi adalah seorang tokoh pendidikan di Malang, juga kyai, teman dekat bapakku.

Aku hanya menghadiri pemakaman ayah mertua temanku, dan hanya mendengar cerita pemakaman sahabat bapakku dari ibuku, yang menghadirinya. Namun, dapat kusimpulkan bahwa keduanya sungguh orang yang baik dan hebat ketika mereka berdua masih hidup. Pemakaman mereka dihadiri puluhan orang, menyemut, sungguh banyak. Ayah sahabatku dimakamkan jauh dari tempat tinggalnya, aku harus menempuh jalan yang menanjak, dengan perkebunan apel di kanan dan kiriku. Namun Masya Allah, para peziarah rela mengikuti berjalan kaki hingga ke pemakaman. Dan entahlah, keranda yang diusung tampak sangat ringan, para pengusungnya seperti berlari, padahal jalan cukup menanjak dan sangat jauh. Konon, jika keranda yang diusung terasa sangat ringan, almarhum yang diusung di dalamnya ketika hidup memang orang yang baik dan shalih. Wallahu’alam.

Sepanjang perjalanan pulang tadi, aku memikirkan kematianku sendiri. Apakah nanti akan banyak pula yang mengiringku ke pemakaman, sudahkah hidup ini berguna untuk kebaikan umat yang banyak, aku termenung. Semoga bukan hanya keburukan-keburukanku yang dibicarakan oleh orang lain sesudah aku mati, semoga aku masih bisa bersyukur dengan anugrah kehidupan ini dan berbuat kebajikan lebih banyak lagi. Amiin.

“Perbandingan dunia dengan akhirat seperti seorang yang mencelupkan jari tangannya ke dalam laut lalu diangkatnya dan dilihatnya apa yang diperolehnya.”

— HR. Muslim dan Ibnu Majah

Subhanalloh, sudah 27 tahun aku hidup di dunia ini. Harus bergegas!

Passionate Learning

This is a not-so-short guidance for anyone who will take SNMPTN.

Ketahuilah, tidak ada jaminan bahwa kuliah di perguruan tinggi akan memberimu ilmu yang bermanfaat, atau menunjukkan kepadamu akan seperti apa penghidupan dan kehidupanmu di masa yang akan datang.

But, insya Alloh, you are most likely to suceed in your campus life or in your future if you have a bit more passion in your learning.

Jadi, alih-alih engkau ingin menjadi siapa, ask yourself, kamu suka apa. Tidak perlu berkaca pada orang lain, pun tidak usah peduli mereka telah menjadi siapa dan bagaimana penghidupan mereka.

Let me tell you my own story.

Harga Teman

Orang Indonesia itu seringkali menyalahgunakan hubungan pertemanan. Yang sering terjadi padaku dan bisnisku adalah penerapan ‘harga teman’ atau ‘rego konco’. Lucu, karena mentang-mentang dia temanku lantas meminta bayaranku lebih dimurahkan sedikit, atau bahkan gratis.

Jika dari sudut pandangku, jika aku memberi ‘harga teman’ itu adalah sikap yang wajar. Karena dari sudut pandangku aku memberi, aku si empunya gawe dan bisnis. Itungannya aku sedekah. Tetapi jika dari sudut pandang si teman ini, ‘harga teman’ ini berarti dia meminta. Sedangkan dawuhe Rasulullah, tangan di atas itu lebih baik daripada tangan di bawah. Jadi dari satu hal ini saja, ‘harga teman’ itu suatu konsep yang aneh ditinjau dari sudut pandang si ‘teman’ atau si pembeli.

Yang kedua, si teman ini mungkin merasa berjasa terhadap si penjual pada masa lampau. Entah saat sekolah bersama sering mentraktir di kantin, atau memberi utang untuk bayar kuliah, atau apapun lainnya. Jadi, jika si teman ini menambahkan embel-embel teman pada hubungan bisnis, berarti dia tidak ikhlas dengan hubungan pertemanan tersebut dan segala lika-liku di dalamnya di masa lampau. Nah, hati-hati lho, tidak ikhlas dan riya’ itu bisa menghapus nilai amal!

Yang lebih aneh lagi, si pembeli ini menganggap kita adalah temannya, intinya orang yang lebih spesial. Namun dia meminta harga yang lebih rendah (bahkan gratis). Bukankah seharusnya sebagai teman dan pembeli justru dia melebihkan pembayaran, bukan sebaliknya?

Kesimpulannya, sebagai penjual, jika memang mampu memberikan ‘harga teman’ ya diberi sedikitlah. Itung-itung bersedekah dan menghormati hubungan pertemanan. Namun, sebagai pembeli, tidak perlu meminta ‘harga teman’ dalam arti mengurangi pendapatan si penjual, bahkan jika mampu lebih baik melebihkan pembayaran untuk menghormati teman sekaligus penjual tersebut. Ada flowchart lucu dari Jessica Hische tentang ‘harga teman’ ini di http://shouldiworkforfree.com.

Ingatkan aku dengan tulisanku ini jika aku sebagai pembeli di kemudian hari meminta ‘harga teman’ kepada penjual, atau kepadamu. Dadi wong Islam iku kudu profesional.

Change

Lucu.

Karena dari dulu, setiap kali aku berpikir bahwa aku harus berubah, aku tidak tahu entah harus bagaimana, harus mulai dari mana.

I have to change, I know why, but I don’t know how!

Kalaupun aku sudah bisa sedikit demi sedikit memulai hal yang baru, yang lebih baik, di luar kebiasaan atau karakterku selama ini, perubahan itupun takkan lama. Seperti ada kekuatan yang besar, yang berulang-ulang menjerumuskan kembali ke lubang kelam yang sama.

I’m a coward. Thinking about that makes me kinda sad.

Tentang Shaf

Aku gak pernah ngerti, apa sih susahnya untuk saling menempelkan pundak dan kaki, merapatkan shaf ketika sholat berjamaah di masjid. Susah kah?

Di mana-mana selalu saja kutemui orang-orang yang berpikiran bahwa jika sudah menempati satu bidang karpet masjid yang serupa sajadah, yang dikotak-kotak itu, atau menempati sajadahnya sendiri, maka bereslah urusan rapat-merapatkan shaf. Perfect. Tak peduli jarak dengan tetangganya yang masih cukup diisi satu orang lagi.

Ada juga orang-orang yang enggan mengisi ruang kosong ketika aku sudah mencoba bergeser dan memberi ruang yang cukup untuk mereka isi. Tinggal maju saja lho. Begitu saja kok harus menungguku untuk mempersilakannya, lantas mereka baru bersedia maju.

Hei, di sela-sela shaf yang tidak rapat itu akan diisi setan!

Dan aku pernah bilang
, bahwa Yahudi dan Nasrani, dua umat yang menggenggam dunia saat ini, begitu kuat karena mereka begitu solid. Jamaahnya kuat. Sedangkan kita, hanya sekedar merapatkan shof, hal yang remeh begitu saja, tidak becus. Lantas kapan umat kita menjadi umat yang kuat dan solid?

Leha-Leha

Penyakitku yang kronis adalah kegemaranku untuk leha-leha. Setiap kali kebutuhan & keinginanku terpenuhi, selalu ada fase di mana otak dan tubuhku menagih untuk santai, untuk rehat, dalam waktu yang lama. Mungkin semua orang juga demikian ketika mereka jenuh dengan pekerjaan mereka, tetapi masalahku adalah waktu leha-lehaku yang sungguh tidak bisa dibilang singkat.

Parahnya lagi, ketika aku dalam mode yang sedemikian, daya kreatifku selalu tumpul. Sedemikian gigihnya nuraniku mengajakku untuk meneruskan urusan yang lain, untuk lebih produktif lagi, namun inspirasi dan ilham tak kunjung datang menghampiri. Design block.

Berita baiknya, sebenarnya aku sudah mengerti trik untuk bangun dari mode leha-leha itu: always set a new goal. Gampang lo jane yo, teorinya sih. Setiap selesai mengerjakan satu urusan, setiap kali tujuan kita terpenuhi, tetapkan tujuan baru lagi, tetapkan to do list baru, tetapkan rencana-rencana baru lagi. Make it big. Tetapkan tujuan yang tidak terlalu sulit dicapai, pun jangan tujuan yang terlalu mudah terlampaui. Goal yang terlalu mudah akan menggandeng perilaku menunda-nunda, dan gol yang terlalu sulit pun akan menjadikanmu pemimpi, hingga pada akhirnya akan terkubur bersama berlalunya waktu.

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu berharap.

— QS. 94 : 7-8

On Being Typomaniac

I’m obviously a typomaniac. Other people like looking at girls’ bottoms. I get my kicks out of looking at type.

— Erik Spiekermann

Aku gak segitunya. Tapi sithik-sithik wis mulai ngunu HARE. Kalo nemu font cantik langsung ada perasaan yang menggelora di dalam dada. Medheni.

Kalo Hafiz doyan online shopping di FJB Kaskus, eBay, Amazon, dsb, aku malah cuci mata ke FontShop, Ascender, FontSpring, sama MyFonts. Untunge PayPal-ku kosong, dadi isok’e njupuk’i sing rego $0. Iku ae wis deg-deg-ser pas download. Medheni.

Mawujud

Ah, aku, dan kamu wahai saudaraku, berhentilah memandang dan menilai semua dari apa yang tampak, apa yang mawujud, dari balik kacamata rasional.

Ada banyak hal di dunia ini yang non-ilmiah, yang nalar pikiran tak mampu menjangkaunya. Dan ketika aku dan kamu memutuskan untuk mengatupkan mata hati untuk lantas memilih sekedar melihat kulit luar, meski sebegitu pekanya penilaian itu, sebegitu hebatnya rumus-rumus tercipta, tetap saja pribadiku dan pribadimu kan menjadi miskin, dengan jiwa yang kerdil, dunia yang sempit.

Tahukah engkau, siapa yang termasuk dalam golongan itu? Yahudi dan Nasrani. Maka berhentilah untuk mengikuti jejaknya. Melihatlah jauh lebih dalam.